SEBUAH kabar tak sedap tersiar dari New York Amerika Serikat (AS).
Sejumlah oknum diplomat Indonesia menerima tagihan denda sebesar 750
ribu dollar AS atau sekitar Rp 6,8 miliar. Mereka didenda oleh
pemerintah kota New York karena melanggar ketentuan perparkiran. Kok
bisa, ya?
Menurut Departemen Keuangan Pemerintah Kota New York (NYC), tiket parkir
yang belum dibayar hingga Juli lalu ada sekitar 16,7 juta dollar AS.
Utang tiket parkir diplomat asing asal Mesir berada di urutan pertama,
yakni 1,9 juta dollar AS, lalu Nigeria satu juta dollar AS, dan
Indonesia berada di urutan ketiga. Sebelumnya, Anggota Kongres AS
Michael Grimm, Peter King, dan Edolphus Towns, sudah memperkenalkan
sebuah undang-undang terkait utang dan denda parkir itu pada Mei lalu.
Merujuk pada UU itu, sanksi berat akan diberikan kepada para diplomat
yang telah abai membayar biaya tiket parkir, berikut denda atas
pelanggaran area parkir, kepada otoritas NYC.
Beredar kabar, ‘utang’ Indonesia kepada NYC diperkirakan telah
membengkak, apalagi para diplomat sepekan terakhir ini mengikuti sidang
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Memang, media di Tanah Air cukup gencar
memberitakan dukungan Indonesia terhadap Palestina sebagai negara
anggota baru di PBB. Tapi, kebijakan Negara yang disampaikan Menlu Marty
Natalegawa di hadapan sidang PBB itu, tampaknya langsung lenyap setelah
kabar denda parkir yang memilukan.
Baru-baru ini, Perwakilan Tetap Indonesia untuk Perserikatan
Bangsa-Bangsa Hasan Kleib mengklarifikasi, bahwa utang denda parkir
sebenarnya tidak mencapai Rp 6,8 miliar. Masalah denda parkir ini
merupakan masalah lama, sejak tahun 1970-an. Sebanyak 729.000 dollar AS
di antaranya telah dilunasi secara perorangan. Dengan demikian, jumlah
tunggakan hanya mencapai 21.000 dollar AS atau hampir Rp 200 juta
Entahlah angka mana yang benar, Rp 6,8 miliar atau Rp 200 juta. Yang
jelas, denda parkir (oknum) diplomat ini sangat memalukan, karena
menjadi indikator buruknya tingkat disiplin berlalu-lintas. Jika utang
denda parkir Indonesia saat ini cuma Rp 200 juta, tapi tentunya total
denda parkir yang pernah mencapai Rp 6,8 miliar itu, bukanlah angka yang
kecil.
Menurut saya, seandainya dana senilai Rp 6,8 miliar tersebut dialihkan
untuk kepentingan dalam negeri, tentunya akan lebih bermanfaat bagi
banyak orang. Misalnya, saat ini ribuan petani kesulitan air untuk lahan
pertanian dan perkebunannya karena ketidak-sediaan alat pompa air. Jika
harga pompa air sebesar Rp 1 juta, maka nilai denda parkir itu bisa
dibelanjakan pompa air untuk 6.800 petani yang membutuhkan.
Tapi nasi sudah jadi bubur. Uang Rp 6,8 miliar terbuang percuma karena
kelalaian berkendara. Denda parkir senilai Rp 6,8 miliar itu adalah
nilai kerugian terbesar akibat perilaku buruk berkendara. Sudah saatnya,
para diplomat senior di Kemenlu RI dan Mabes Polri melakukan
penyeleksian secara ketat, terhadap para diplomat yang akan memiliki
surat izin mengemudi (SIM) internasional. Penerbitan SIM internasional
tentunya berbeda dengan SIM umum di Indonesia, karena setiap Negara
memiliki aturan lalu-lintas yang berbeda-beda.
AS memiliki tradisi on time, sehingga tak boleh terlambat menghadiri
sebuah janji. Jika terlambat, niscaya hanya trotoar yang ada pompa
pemadam kebakaran yang tersisa. Jika Anda memarkir kendaraan di lokasi
tersebut, siap-siap saja didenda oleh polisi yang tak kenal suap.
sumber : http://forum.vivanews.com/internasional/200712-memalukan-indonesia-kena-denda-parkir-mobil-rp-6-8-miliar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar