“ADEK nggak mau makan, Adek maunya nonton TV...,” rengek Roni (3 tahun) kepada Ibundanya. “Tapi Adek harus makan, nanti kalau Adek nggak mau makan bisa sakit lho! Ayo, Dek makan...” bujuk Bunda. Menghadapi si kecil memang susah-susah gampang, apalagi bila dia tipikal anak yang suka berontak. Apa ya, solusinya?
Karakter Anak
Musti Moms pahami, anak berusia 1 - 3 tahun telah melewati masa-masa yang tidak sebentar. Sejak bayi, faktor genetik (turunan), pola pengasuhan orangtua dan lingkungan sangat memengaruhi terbentuknya karakter anak di kemudian hari. Salah satunya, apakah dia tipikal anak mudah (easy child) atau sulit (difficult). Bila dia tipikal anak mudah, sekali diberitahu langsung nurut. Sebaliknya, tipikal anak sulit belum tentu menuruti apa keinginan atau nasehat dari orangtuanya. Tidak heran, dalam satu keluarga, tipikal anak satu dengan lainnya berbeda.
Ingin Mandiri
Nah, ketika memasuki usia 1 tahun ke atas anak ingin mencoba menjadi dirinya sendiri, terpisah dari orang-orang sekitarnya termasuk kedua orangtuanya. Bisa dibilang, mereka telah masuk ke tahap perkembangan psikososial atau masa otonomi. Dia ingin beda! Tidak seperti saat masih bayi yang mudah diatur. Jangan heran, bila Moms or Dads mengatakan A, dia menjawab B atau sebaliknya, yang terkadang bikin kesal orangtuanya. Bahkan ada anak yang sangat sulit bila diberitahu oleh orangtuanya. Mungkin ini akibat kedekatan atau 'keintiman' anak dengan Moms or Dads tidak terlalu bagus. Makanya, dia suka uring-uringan. Padahal, usia 1 tahun ke atas adalah masa dimana dia belajar untuk mandiri. Namun, terbentur masalah unsecure seperti tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya, atau sejak bayi sudah terpisah dari kedua orangtuanya mungkin juga tidak disusui ketika masih bayi bisa dibilang orangtua menjaga jarak dengan bayinya. Sehingga, hubungan anak dengan Moms or Dads menjadi asing alias tidak 'hangat.' Maka, terjadi penolakan anak terhadap Moms or Dads. Biasanya, anak tidak nurut bila diatur atau dinasehati oleh Moms or Dads. Sebaliknya, anak yang sudah merasa nyaman dalam hubungannya dengan kedua orangtuanya, akan lebih mudah dibimbing.
Ingin Menunjukkan Jati Diri
Orangtua juga sebaiknya mengerti bahwa terkadang seorang anak batita bersikap "pemberontak" karena ingin menunjukkan jati dirinya. Kata memberontak ini dalam tanda kutip, karena ia sebenarnya bukan untuk memberontak, hanya ingin membuktikan kemampuannya semata. Pada usia 3 tahun ke atas, seorang anak sudah mampu melakukan berbagai hal. Ia sudah mampu mengoordinasikan anggota tubuhnya dengan baik, dan mampu mengungkapkan beberapa kalimat. Oleh karena itu, misalnya bila ia diingatkan untuk tidak mematahkan lipstik Mama, justru dia sengaja mematahkannya. Sikapnya ini, karena dia ingin menunjukkan kemampuannya. Apalagi, bila ia sudah mempunyai seorang adik. Sikapnya ini menjadi salah satu pembuktian diri bahwa dia telah bisa melakukan lebih banyak dari adiknya yang masih bayi. Dia akan melakukan berbagai hal untuk menunjukkan bahwa dia lebih mampu dibanding adiknya yang masih harus berbaring dan tidur, mengingat orangtua kadang ‘melupakan’ si Kakak, setelah si Adik lahir. Faktor ingin menunjukkan jati dirinya, utamanya pada orangtua, mungkin salah satu penyebab sikap anak jadi berbeda dibandingkan sikapnya pada orang lain. Sangat disarankan, Moms jangan langsung mencap dia sebagai anak nakal atau pemberontak, karena sikapnya ini hanya sementara dan akan hilang dengan sendirinya, saat ia beranjak besar nantinya.
Harus Bagaimana?
Bila mungkin ada sebagian orangtua yang harus tinggal terpisah dengan buah hatinya, jangan putus asa! Masih ada harapan untuk memperbaiki hubungan atau relasi orangtua dengan anak. Jauh lebih baik dilakukan sedini mungkin, sebelum si kecil masuk usia sekolah. Langkah pertama, segeralah mengoreksi kekeliruan Moms or Dads sebelumnya. Setelah menyadari kekeliruan yang pernah Moms or Dads lakukan, kedua pahami keadaan anak. Ketiga, Moms or Dads berusaha belajar komunikasi efektif kepada si kecil. Misalnya, si kecil ingin main sepeda dan bilang “aku mau main sepeda di luar” padahal kondisi di luar panas dan sepi. Begitu mendengar permintaan si kecil ada orangtua yang keukeuh mengatakan, “Ihsan harus tidur!” atau menakut-nakuti dengan mengatakan, “awas lho! Nanti ditangkap polisi!” Padahal ini adalah cara yang tidak benar dan irrasional. Nah, berikan komunikasi yang efektif kepada si kecil, seperti, “Bunda tahu Ihsan mau main sepeda di luar, sepedanya bagus (Moms bisa mulai mendongeng). Sepedanya bilang, Mas Ihsan bobo dulu ya. Gimana kalau main sepedanya nanti jam 4 sore?” Pada dasarnya, orangtua mengakui bahwa anaknya memang kepengen main sepeda. Bila ajakan Moms di atas belum bisa membuatnya pergi ke peraduan. Bisa Moms gunakan kalimat seperti, “Gimana kalau kita nonton TV aja yuk, atau Bunda ceritain buku cerita, atau kita perang-perangan di bawah selimut?” So, cara ini menawarkan opsi/ pilihan kegiatan kepada si kecil. Memang, perilaku naik sepeda bukan sesuatu yang salah, hanya bukan pada saat yang tepat. Moms bisa katakan, “Bolehkah nanti jam 4 atau 4.30 sore Bunda nemenin Ihsan main sepeda? Kita main sepeda selama satu jam. Bunda naik sepeda yang besar, sedangkan, Ihsan naik sepeda yang kecil, gimana?”. Tapi itu semua butuh kesabaran. Bisa saja si anak menawar, “em...em...em...” Apalagi punya anak perempuan yang kemampuan verbalnya sudah lancar seperti mengucapkan, “tapikan...tapikan...tapikan...” Mau tidak mau, Moms memang harus meladeni. Yang perlu diingat, ini semua butuh kesabaran dan waktu yang tidak sebentar. Bagi orangtua yang tidak sabar bisa saja bicaram “ya sudah kalau gak tidur Bunda kurung aja sepedanya di kamar mandi!” atau “sepedanya dibuang saja biar kamu tidak main sepeda!” Itu justru cara-cara yang salah. Bisa jadi, sekali itu anak memang menurut alias cara tersebut ‘tokcer’, namun itu bukanlah cara yang bisa dibenarkan. Jadi, jangan putus asa ya, Moms. Belakangan ini Rafa putra kecilku sering memukul dan mencubit bila dia marah. Coba-coba deh nyari artikel buat menambah wawasan untuk menghadapi anak yang “nakal”. Salah satu artikel ini bisa menjadi pertimbangan buat anda.
Jangan memukul si kecil
Orangtua kerapkali merasa kehabisan cara untuk mengatasi kenakalan anaknya, ujung-ujungnya pukulanlah yang mendarat di bokong si kecil. Pada dasarnya tidak ada seorang orangtua pun yang suka memukul anaknya, bahkan mereka mengaku didera perasaan bersalah setiap kali habis memukul anaknya. Namun, di lain sisi mereka tidak tahu lagi apa yang mesti dilakukan agar anaknya mau menurut dan menghentikan kenakalannya.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa memukul anak akan mengajarkan pada anak untuk bersikap menyerang dan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Riset tersebut juga menyatakan bahwa seringnya orangtua memukul anaknya, akan merendahkan self-esteem dan menyebabkan depresi pada anak, bahkan hingga ia dewasa. Lalu, cara seperti apakah yang bisa orangtua lakukan untuk menangani anaknya yang nakal, selain memberinya pukulan. Berikut beberapa cara yang bisa menjadi alternatif bagi orangtua dalam mendidik anak mereka:
Tetap tenang
Saat anda merasa marah pada anak anda, dan kemarahan tersebut rasanya sudah tidak terkontrol, sehingga anda berkeinginan memukul anak anda, yang bisa anda lakukan pada situasi tersebut yaitu meninggalkannya sejenak untuk menenangkan diri. Biasanya setelah anda dalam keadaan tenang, anda akan menemukan solusi lain terhadap masalah yang anda hadapi. Jika anda terpaksa tidak bisa meninggalkan situasi tersebut, anda bisa menenangkan diri dengan cara menghela nafas sejenak, dengan memejamkan mata sambil menghitung hingga sepuluh, atau hingga anda merasa lebih tenang.
Sediakan waktu untuk diri sendiri
Orangtua yang kerapkali memukul anaknya yang nakal, biasanya adalah orangtua yang tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, sehingga ia selalu merasa tergesa-gesa dalam segala hal. Jadi penting bagi anda untuk tetap menyediakan waktu tenang untuk diri anda sendiri, misalnya dengan sesekali menyediakan waktu untuk membaca, exercise, berjalan-jalan, berdoa dan sebagainya, meski sesibuk apapun anda.
Tetap bersikap lembut namun tegas
Salah satu situasi yang membuat orangtua memukul anak mereka, adalah saat anak tidak mematuhi perintah yang dikatakan orangtua untuk tidak bersikap nakal, sehingga pukulan adalah cara yang mereka pilih. Jika anda menghadapi situasi seperti ini, yang bisa anda lakukan adalah lakukan eye contact dengan anak anda, berjongkoklah agar mata anda berada tepat di depan matanya, kemudian tataplah matanya dalam dan tegas, sentuhlah punggungnya, dan katakan padanya dengan ucapan yang lembut namun tegas tentang apa yang anda ingin ia lakukan, misalnya “Mama ingin kamu bermain dengan tenang”, dan sabagainya.
Beri pilihan
Memberi pilihan pada anak anda adalah cara yang efektif untuk menghindarkan anda memukul anak anda saat nakal. Misalnya saat si kecil mulai mengacak-ngacak makanannya di meja, anda bisa memberinya pilihan, ia ingin berhenti mengacak-ngacak makanannya atau ingin anda memindahkannya dari meja makan. Jika ia masih terus mengacak-ngacak makanannya, turunkan ia dari meja makan dengan tegas, namun tetap lembut, lalu katakan padanya, bahwa anda akan mengembalikannya ke meja makan saat ia siap untuk memakan makanannya tanpa memainkannya.
Memberikan konsekuensi yang logis
konsekuansi yang logis terhadap kenakalan si kecil yaitu mengajarkannya untuk bertanggungjawab terhadap kenakalannya yang ia lakukan. Dalam sebuah kasus, misalnya, saat si kecil memecahkan kaca jendela tetangga dan anda menghukumnya dengan memukulnya bisa jadi hukuman tersebut akan membuat si kecil tidak akan mengulang perbuatannya lagi, namun selain itu, si kecil juga akan belajar bahwa ia harus menyembunyikan kesalahannya dari anda, menyalahkan orang lain, berbohong, atau berupaya agar tidak ketahuan oleh anda. Ia juga akan merasa marah dan dendam pada anda akibat pukulan yang anda berikan. Sikap penurutnya didasari perasaan takut anda pukul lagi, bukan karena menghormati anda sebagai orangtuanya. Bandingkan efek yang ditimbulkan jika anda memberikan hukuman yang logis pada si kecil dibanding memukulnya, misalnya anda bisa mengatakan dengan nada suara yang tegas padanya bahwa “Mama tahu kamu baru saja memecahkan jendela rumah tetangga sebelah, lalu apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaikinya?”. Dengan demikian si kecil akan mencari cara bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut pada tetangga anda, paling tidak ia akan berinisiatif meminta maaf pada tetangga anda, atau bahkan mau mencuci mobil tetangga selama beberapa waktu untuk mengganti kaca yang ia pecahkan. Situasi tersebut akan mengajarkan si kecil bahwa kesalahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup, dan meski ia telah membuat kesalahan, namun jika ia mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dan memperbaikinya, maka semuanya akan baik-baik saja. Ia juga tidak akan marah dan dendam pada orangtuanya, yang terpenting self-esteem nya tidak akan runtuh.
Melakukan perbaikan
Saat si kecil melanggar larangan anda, mungkin anda emosi dan memberinya hukuman yang kejam, misalnya tidak memberinya uang jajan, atau melarangnya keluar rumah untuk beberapa waktu. Jika hal tersebut anda lakukan, pikirkan lagi konsekuansinya, karena hukuman tersebut justru akan membuat anak anda semakin marah pada anda, bahkan malah akan membangkang anda. Jika hukuman tersebut sudah terlanjur anda lakukan lantaran emosi anda, anda bisa melakukan perbaikan misalnya, dengan menemui anak anda dan mengajaknya berbicara, katakan padanya bahwa anda minta maaf telah memberinya hukuman tersebut, katakan juga bahwa betapa anda merasa dikhianati karena pelanggaran yang ia lakukan, ingatkan padanya bahwa menjaga janji merupakan hal yang penting, yang terpenting, kemudian mintalah ia melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya tersebut. Sesuatu yang datang dari kesadarannya sendiri, dan bukan merupakan hukuman dari anda.
Menarik diri dari konflik
Saat bertengkar dengan si kecil rasanya anda ingin menamparnya karena kata-katanya yang tidak pantas pada anda, jika situasi tersebut yang anda hadapi, alangkah baiknya jika anda segera menarik diri dari situasi tersebut. Namun, jangan tinggalkan ruangan dalam keadaan marah, sebaliknya katakan dengan tenang bahwa anda ada di ruangan sebelah jika anak anda sudah siap untuk berbicara dengan lebih sopan pada anda.
Gunakan tindakan yang tegas namun lembut
Saat si kecil ingin menyentuh benda yang seharusnya tidak ia sentuh, seperti vas bunga kesayangan anda dan sebagainya. Anda bisa melarangnya dengan cara mengangkat tubuhnya dan membawanya ke ruangan lain untuk mengalihkan perhatiannya, katakan padanya ia boleh menyentuh benda tersebut lain waktu. Hindari memukul tangannya dengan kasar. Jika ia kerap kembali untuk menyentuhnya, kembali angkat tubuhnya, dan jauhkan dari benda tersebut.
Beri peringatan sebelumnya
Sifat ngambek dan merajuk pada si kecil, seringkali membuat ibu tidak sabar hendak memukulnya, apalagi jika hal tersebut terjadi di tempat umum, atau saat anda bertamu. Daripada memukulnya, atau menariknya untuk pulang saat itu juga, lebih baik anda terlebih dahulu memberinya peringatan, misalnya katakan padanya anda akan pergi dari tempat tersebut lima menit lagi, hal tersebut akan memberikan cukup waktu bagi si kecil untuk menenangkan diri, atau menyelesaikan apa yang sedang ia lakukan
Sikap agresif merupakan penyebab kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, dan memukul adalah salah satu bentuk agresif tersebut, yang bisa menyebabkan si kecil kehilangan self-esteem dan sifat antusiasmenya, sekaligus menyebabkannya menjadi pembangkang, dan enggan bekerjasama. Ibu yang bijak akan menggunakan cara yang lebih kreatif dan bijaksana dalam menangani kenakalan anaknya tanpa kekerasan.
Karakter Anak
Musti Moms pahami, anak berusia 1 - 3 tahun telah melewati masa-masa yang tidak sebentar. Sejak bayi, faktor genetik (turunan), pola pengasuhan orangtua dan lingkungan sangat memengaruhi terbentuknya karakter anak di kemudian hari. Salah satunya, apakah dia tipikal anak mudah (easy child) atau sulit (difficult). Bila dia tipikal anak mudah, sekali diberitahu langsung nurut. Sebaliknya, tipikal anak sulit belum tentu menuruti apa keinginan atau nasehat dari orangtuanya. Tidak heran, dalam satu keluarga, tipikal anak satu dengan lainnya berbeda.
Ingin Mandiri
Nah, ketika memasuki usia 1 tahun ke atas anak ingin mencoba menjadi dirinya sendiri, terpisah dari orang-orang sekitarnya termasuk kedua orangtuanya. Bisa dibilang, mereka telah masuk ke tahap perkembangan psikososial atau masa otonomi. Dia ingin beda! Tidak seperti saat masih bayi yang mudah diatur. Jangan heran, bila Moms or Dads mengatakan A, dia menjawab B atau sebaliknya, yang terkadang bikin kesal orangtuanya. Bahkan ada anak yang sangat sulit bila diberitahu oleh orangtuanya. Mungkin ini akibat kedekatan atau 'keintiman' anak dengan Moms or Dads tidak terlalu bagus. Makanya, dia suka uring-uringan. Padahal, usia 1 tahun ke atas adalah masa dimana dia belajar untuk mandiri. Namun, terbentur masalah unsecure seperti tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya, atau sejak bayi sudah terpisah dari kedua orangtuanya mungkin juga tidak disusui ketika masih bayi bisa dibilang orangtua menjaga jarak dengan bayinya. Sehingga, hubungan anak dengan Moms or Dads menjadi asing alias tidak 'hangat.' Maka, terjadi penolakan anak terhadap Moms or Dads. Biasanya, anak tidak nurut bila diatur atau dinasehati oleh Moms or Dads. Sebaliknya, anak yang sudah merasa nyaman dalam hubungannya dengan kedua orangtuanya, akan lebih mudah dibimbing.
Ingin Menunjukkan Jati Diri
Orangtua juga sebaiknya mengerti bahwa terkadang seorang anak batita bersikap "pemberontak" karena ingin menunjukkan jati dirinya. Kata memberontak ini dalam tanda kutip, karena ia sebenarnya bukan untuk memberontak, hanya ingin membuktikan kemampuannya semata. Pada usia 3 tahun ke atas, seorang anak sudah mampu melakukan berbagai hal. Ia sudah mampu mengoordinasikan anggota tubuhnya dengan baik, dan mampu mengungkapkan beberapa kalimat. Oleh karena itu, misalnya bila ia diingatkan untuk tidak mematahkan lipstik Mama, justru dia sengaja mematahkannya. Sikapnya ini, karena dia ingin menunjukkan kemampuannya. Apalagi, bila ia sudah mempunyai seorang adik. Sikapnya ini menjadi salah satu pembuktian diri bahwa dia telah bisa melakukan lebih banyak dari adiknya yang masih bayi. Dia akan melakukan berbagai hal untuk menunjukkan bahwa dia lebih mampu dibanding adiknya yang masih harus berbaring dan tidur, mengingat orangtua kadang ‘melupakan’ si Kakak, setelah si Adik lahir. Faktor ingin menunjukkan jati dirinya, utamanya pada orangtua, mungkin salah satu penyebab sikap anak jadi berbeda dibandingkan sikapnya pada orang lain. Sangat disarankan, Moms jangan langsung mencap dia sebagai anak nakal atau pemberontak, karena sikapnya ini hanya sementara dan akan hilang dengan sendirinya, saat ia beranjak besar nantinya.
Harus Bagaimana?
Bila mungkin ada sebagian orangtua yang harus tinggal terpisah dengan buah hatinya, jangan putus asa! Masih ada harapan untuk memperbaiki hubungan atau relasi orangtua dengan anak. Jauh lebih baik dilakukan sedini mungkin, sebelum si kecil masuk usia sekolah. Langkah pertama, segeralah mengoreksi kekeliruan Moms or Dads sebelumnya. Setelah menyadari kekeliruan yang pernah Moms or Dads lakukan, kedua pahami keadaan anak. Ketiga, Moms or Dads berusaha belajar komunikasi efektif kepada si kecil. Misalnya, si kecil ingin main sepeda dan bilang “aku mau main sepeda di luar” padahal kondisi di luar panas dan sepi. Begitu mendengar permintaan si kecil ada orangtua yang keukeuh mengatakan, “Ihsan harus tidur!” atau menakut-nakuti dengan mengatakan, “awas lho! Nanti ditangkap polisi!” Padahal ini adalah cara yang tidak benar dan irrasional. Nah, berikan komunikasi yang efektif kepada si kecil, seperti, “Bunda tahu Ihsan mau main sepeda di luar, sepedanya bagus (Moms bisa mulai mendongeng). Sepedanya bilang, Mas Ihsan bobo dulu ya. Gimana kalau main sepedanya nanti jam 4 sore?” Pada dasarnya, orangtua mengakui bahwa anaknya memang kepengen main sepeda. Bila ajakan Moms di atas belum bisa membuatnya pergi ke peraduan. Bisa Moms gunakan kalimat seperti, “Gimana kalau kita nonton TV aja yuk, atau Bunda ceritain buku cerita, atau kita perang-perangan di bawah selimut?” So, cara ini menawarkan opsi/ pilihan kegiatan kepada si kecil. Memang, perilaku naik sepeda bukan sesuatu yang salah, hanya bukan pada saat yang tepat. Moms bisa katakan, “Bolehkah nanti jam 4 atau 4.30 sore Bunda nemenin Ihsan main sepeda? Kita main sepeda selama satu jam. Bunda naik sepeda yang besar, sedangkan, Ihsan naik sepeda yang kecil, gimana?”. Tapi itu semua butuh kesabaran. Bisa saja si anak menawar, “em...em...em...” Apalagi punya anak perempuan yang kemampuan verbalnya sudah lancar seperti mengucapkan, “tapikan...tapikan...tapikan...” Mau tidak mau, Moms memang harus meladeni. Yang perlu diingat, ini semua butuh kesabaran dan waktu yang tidak sebentar. Bagi orangtua yang tidak sabar bisa saja bicaram “ya sudah kalau gak tidur Bunda kurung aja sepedanya di kamar mandi!” atau “sepedanya dibuang saja biar kamu tidak main sepeda!” Itu justru cara-cara yang salah. Bisa jadi, sekali itu anak memang menurut alias cara tersebut ‘tokcer’, namun itu bukanlah cara yang bisa dibenarkan. Jadi, jangan putus asa ya, Moms. Belakangan ini Rafa putra kecilku sering memukul dan mencubit bila dia marah. Coba-coba deh nyari artikel buat menambah wawasan untuk menghadapi anak yang “nakal”. Salah satu artikel ini bisa menjadi pertimbangan buat anda.
Jangan memukul si kecil
Orangtua kerapkali merasa kehabisan cara untuk mengatasi kenakalan anaknya, ujung-ujungnya pukulanlah yang mendarat di bokong si kecil. Pada dasarnya tidak ada seorang orangtua pun yang suka memukul anaknya, bahkan mereka mengaku didera perasaan bersalah setiap kali habis memukul anaknya. Namun, di lain sisi mereka tidak tahu lagi apa yang mesti dilakukan agar anaknya mau menurut dan menghentikan kenakalannya.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa memukul anak akan mengajarkan pada anak untuk bersikap menyerang dan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Riset tersebut juga menyatakan bahwa seringnya orangtua memukul anaknya, akan merendahkan self-esteem dan menyebabkan depresi pada anak, bahkan hingga ia dewasa. Lalu, cara seperti apakah yang bisa orangtua lakukan untuk menangani anaknya yang nakal, selain memberinya pukulan. Berikut beberapa cara yang bisa menjadi alternatif bagi orangtua dalam mendidik anak mereka:
Tetap tenang
Saat anda merasa marah pada anak anda, dan kemarahan tersebut rasanya sudah tidak terkontrol, sehingga anda berkeinginan memukul anak anda, yang bisa anda lakukan pada situasi tersebut yaitu meninggalkannya sejenak untuk menenangkan diri. Biasanya setelah anda dalam keadaan tenang, anda akan menemukan solusi lain terhadap masalah yang anda hadapi. Jika anda terpaksa tidak bisa meninggalkan situasi tersebut, anda bisa menenangkan diri dengan cara menghela nafas sejenak, dengan memejamkan mata sambil menghitung hingga sepuluh, atau hingga anda merasa lebih tenang.
Sediakan waktu untuk diri sendiri
Orangtua yang kerapkali memukul anaknya yang nakal, biasanya adalah orangtua yang tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, sehingga ia selalu merasa tergesa-gesa dalam segala hal. Jadi penting bagi anda untuk tetap menyediakan waktu tenang untuk diri anda sendiri, misalnya dengan sesekali menyediakan waktu untuk membaca, exercise, berjalan-jalan, berdoa dan sebagainya, meski sesibuk apapun anda.
Tetap bersikap lembut namun tegas
Salah satu situasi yang membuat orangtua memukul anak mereka, adalah saat anak tidak mematuhi perintah yang dikatakan orangtua untuk tidak bersikap nakal, sehingga pukulan adalah cara yang mereka pilih. Jika anda menghadapi situasi seperti ini, yang bisa anda lakukan adalah lakukan eye contact dengan anak anda, berjongkoklah agar mata anda berada tepat di depan matanya, kemudian tataplah matanya dalam dan tegas, sentuhlah punggungnya, dan katakan padanya dengan ucapan yang lembut namun tegas tentang apa yang anda ingin ia lakukan, misalnya “Mama ingin kamu bermain dengan tenang”, dan sabagainya.
Beri pilihan
Memberi pilihan pada anak anda adalah cara yang efektif untuk menghindarkan anda memukul anak anda saat nakal. Misalnya saat si kecil mulai mengacak-ngacak makanannya di meja, anda bisa memberinya pilihan, ia ingin berhenti mengacak-ngacak makanannya atau ingin anda memindahkannya dari meja makan. Jika ia masih terus mengacak-ngacak makanannya, turunkan ia dari meja makan dengan tegas, namun tetap lembut, lalu katakan padanya, bahwa anda akan mengembalikannya ke meja makan saat ia siap untuk memakan makanannya tanpa memainkannya.
Memberikan konsekuensi yang logis
konsekuansi yang logis terhadap kenakalan si kecil yaitu mengajarkannya untuk bertanggungjawab terhadap kenakalannya yang ia lakukan. Dalam sebuah kasus, misalnya, saat si kecil memecahkan kaca jendela tetangga dan anda menghukumnya dengan memukulnya bisa jadi hukuman tersebut akan membuat si kecil tidak akan mengulang perbuatannya lagi, namun selain itu, si kecil juga akan belajar bahwa ia harus menyembunyikan kesalahannya dari anda, menyalahkan orang lain, berbohong, atau berupaya agar tidak ketahuan oleh anda. Ia juga akan merasa marah dan dendam pada anda akibat pukulan yang anda berikan. Sikap penurutnya didasari perasaan takut anda pukul lagi, bukan karena menghormati anda sebagai orangtuanya. Bandingkan efek yang ditimbulkan jika anda memberikan hukuman yang logis pada si kecil dibanding memukulnya, misalnya anda bisa mengatakan dengan nada suara yang tegas padanya bahwa “Mama tahu kamu baru saja memecahkan jendela rumah tetangga sebelah, lalu apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaikinya?”. Dengan demikian si kecil akan mencari cara bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut pada tetangga anda, paling tidak ia akan berinisiatif meminta maaf pada tetangga anda, atau bahkan mau mencuci mobil tetangga selama beberapa waktu untuk mengganti kaca yang ia pecahkan. Situasi tersebut akan mengajarkan si kecil bahwa kesalahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup, dan meski ia telah membuat kesalahan, namun jika ia mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dan memperbaikinya, maka semuanya akan baik-baik saja. Ia juga tidak akan marah dan dendam pada orangtuanya, yang terpenting self-esteem nya tidak akan runtuh.
Melakukan perbaikan
Saat si kecil melanggar larangan anda, mungkin anda emosi dan memberinya hukuman yang kejam, misalnya tidak memberinya uang jajan, atau melarangnya keluar rumah untuk beberapa waktu. Jika hal tersebut anda lakukan, pikirkan lagi konsekuansinya, karena hukuman tersebut justru akan membuat anak anda semakin marah pada anda, bahkan malah akan membangkang anda. Jika hukuman tersebut sudah terlanjur anda lakukan lantaran emosi anda, anda bisa melakukan perbaikan misalnya, dengan menemui anak anda dan mengajaknya berbicara, katakan padanya bahwa anda minta maaf telah memberinya hukuman tersebut, katakan juga bahwa betapa anda merasa dikhianati karena pelanggaran yang ia lakukan, ingatkan padanya bahwa menjaga janji merupakan hal yang penting, yang terpenting, kemudian mintalah ia melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya tersebut. Sesuatu yang datang dari kesadarannya sendiri, dan bukan merupakan hukuman dari anda.
Menarik diri dari konflik
Saat bertengkar dengan si kecil rasanya anda ingin menamparnya karena kata-katanya yang tidak pantas pada anda, jika situasi tersebut yang anda hadapi, alangkah baiknya jika anda segera menarik diri dari situasi tersebut. Namun, jangan tinggalkan ruangan dalam keadaan marah, sebaliknya katakan dengan tenang bahwa anda ada di ruangan sebelah jika anak anda sudah siap untuk berbicara dengan lebih sopan pada anda.
Gunakan tindakan yang tegas namun lembut
Saat si kecil ingin menyentuh benda yang seharusnya tidak ia sentuh, seperti vas bunga kesayangan anda dan sebagainya. Anda bisa melarangnya dengan cara mengangkat tubuhnya dan membawanya ke ruangan lain untuk mengalihkan perhatiannya, katakan padanya ia boleh menyentuh benda tersebut lain waktu. Hindari memukul tangannya dengan kasar. Jika ia kerap kembali untuk menyentuhnya, kembali angkat tubuhnya, dan jauhkan dari benda tersebut.
Beri peringatan sebelumnya
Sifat ngambek dan merajuk pada si kecil, seringkali membuat ibu tidak sabar hendak memukulnya, apalagi jika hal tersebut terjadi di tempat umum, atau saat anda bertamu. Daripada memukulnya, atau menariknya untuk pulang saat itu juga, lebih baik anda terlebih dahulu memberinya peringatan, misalnya katakan padanya anda akan pergi dari tempat tersebut lima menit lagi, hal tersebut akan memberikan cukup waktu bagi si kecil untuk menenangkan diri, atau menyelesaikan apa yang sedang ia lakukan
Sikap agresif merupakan penyebab kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, dan memukul adalah salah satu bentuk agresif tersebut, yang bisa menyebabkan si kecil kehilangan self-esteem dan sifat antusiasmenya, sekaligus menyebabkannya menjadi pembangkang, dan enggan bekerjasama. Ibu yang bijak akan menggunakan cara yang lebih kreatif dan bijaksana dalam menangani kenakalan anaknya tanpa kekerasan.
sumber : http://lubang-kecil.blogspot.com/2010/06/tips-bijak-hadapi-anak-pembangkang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar